Senin, 16 April 2012

BULL


BULL sepertinya tidak termasuk dalam anak usaha BLTA yang bermasalah. Total utang BULL pada kuartal III 2011 tercatat Rp695 milyar, dan tidak ada yang merupakan utang sewa kapal (kecuali kalau utang sewa tersebut dikategorikan sebagai utang usaha, tapi nilainya cuma 47 milyar). Sebagian besar utang BULL terdiri dari utang bank, dimana utang jangka panjang akan jatuh tempo pada tahun 2014 dan 2018 (masih agak lama), sementara utang yang akan jatuh tempo dalam waktu setahun adalah Rp308 milyar. Mengingat posisi kas BULL cukup besar yaitu Rp298 milyar, dan mengingat posisi ekuitas BULL jauh lebih besar dibanding utangnya, yaitu Rp2.9 trilyun berbanding Rp696 milyar, maka seharusnya BULL tidak memiliki masalah untuk menyelesaikan utang-utangnya tersebut.
Sejak awal posisi ekuitas BULL yang sangat besar yaitu Rp2.9 trilyun, terbilang janggal. Sebab ekuitas BLTA sendiri cuma US$ 982 juta atau sekitar Rp8.9 trilyun, sementara BULL hanyalah satu dari enam anak usaha BLTA (lima lainnya adalah Indigo Pacific Corp, Diamond Pacific Corp, Asean Maritime, PT Banyu Laju Shipping, dan PT Brotojoyo Maritime). Dan memang, pada komponen ekuitas BULL terdapat surplus revaluasi senilai Rp581 milyar, dimana kita tahu bahwa ini adalah komponen ekuitas yang tidak nyata. Jika account ini dianggap nggak ada, maka ekuitas BULL yang sesungguhnya hanyalah Rp2.3 trilyun.
Dalam operasionalnya, BULL tidak bersaing dengan anak-anak usaha BLTA yang lainnya, sebab manajemen memfokuskan BULL pada bisnis logistik energi (minyak dan gas), dan kapal-kapal milik BULL juga hanya beroperasi di dalam negeri. Sementara anak-anak usaha BLTA yang lain difokuskan pada pengangkutan bahan kimia, dan seluruh kapal mereka beroperasi diluar Indonesia. Dilihat dari sini, maka semakin kecil kemungkinan bahwa anak usaha BLTA yang telah melanggar perjanjian utang ataupun mengalami gagal bayar sewa, adalah BULL.
selain mengerjakan proyek-proyek yang sudah dipegang, kegiatan BULL yang lainnya adalah mengikuti berbagai tender penyediaan jasa logistik laut, seperti tender pengadaan very large gas carrier (VLGC), tender penyediaan terminal batubara terapung, tender penyediaan kapal floating, production, storage, and offloading (FPSO), hingga tender penyediaan kapal tanker gas. Mengingat bahwa BULL diuntungkan oleh Peraturan Pemerintah bahwa kapal pengangkutan yang beroperasi di Indonesia harus berbendera Indonesia, dan karena BULL sendiri merupakan pemilik armada kapal terbesar diantara perusahaan-perusahaan kapal lokal, ditambah lagi usia armada kapal milik BULL masih relatif muda (rata-rata kurang dari 20 tahun, sementara kapal-kapal milik perusahaan lain biasanya berusia diatas 25 tahun), maka peluang BULL untuk memenangkan tender-tender tersebut cukup terbuka, dan itu berarti prospeknya cukup bagus.

Sementara dari sisi risiko, BULL membutuhkan modal yang besar jika mereka memenangkan tender-tender tadi, sehingga manajemen sendiri berencana untuk menerbitkan obligasi konversi senilai US$ 50 juta.
Risiko lainnya, dari 21 armada kapal milik BULL, 6 diantaranya merupakan kapal sewaan, alias bukan dimiliki sendiri.
BULL ini barangnya bagus, harganya lagi murah, dan prospeknya juga bagus. Sementara risikonya disini lebih karena manajemen sedikit terlalu ambisius, dimana mereka seneng sekali melakukan leverage tanpa mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.



(disadur dari teguh.blogspot & di edit seperlunya)



1 komentar: